Diceritakan pada zaman dahulu ada
seorang syekh yang begitu terkenal, ia terkenal sebagai orang yang alim dan
ahli dalam beribadah. Ia tinggal bersama ibunya sebuah rumah kecil. Pada suatu
hari, ia berencana untuk pergi melaksanakan ibadah di Kota Mekkah. Ia pun
meminta izin kepada ibunya, namun ibunya tidak memberikan izin kepadanya. Karena
keinginan hati yang begitu besar, ia tidak peduli atas larangan dari ibunya.
Akhirnya ia pun pergi meski tanpa
mendapat izin dari ibunya. Ibunya pun mengikutinya dari belakang dan meminta ia
untuk membatalkan kepergiannya, namun ia masih saja keras kepala dan tidak
peduli. Dengan penuh kecewa dan luka hati, terucap kata-kata dari mulut ibunya “Wahai
tuhanku, sesungguhnya anakku telah membakarku dengan api perpisahan, maka kuasakan
kepadanya siksaan karena hal ini !!!”. Ya, seorang anak yang tidak peduli
dan mengecewakan hati seorang ibu dengan tindakannya.
Di tengah perjalanan menuju Kota
Mekkah, tibalah sang syekh di suatu kota. Saat malam telah semakin larut, syekh
tersebut pun memasuki masjid untuk melakukan ibadah. Seperti halnya yang biasa
ia lakukan di dalam rumah, beribadah di malam hari, berdzikir, dan melakukan
sholat-sholat sunnah.
Allah pun telah berkehendak atas
terjadinya sesuatu. Pada malam itu juga, seorang pencuri akan melakukan aksinya,
ia memasuki rumah salah seorang penduduk kota. Namun penghuni rumah tersebut
pun mengetahui aksinya dan berteriak “pencuri....pencuri” sehingga
membangunkan para penduduk. Ia pun lari ke arah masjid dan menghilang entah
kemana. Para penduduk yang kehilangan jejak, mereka memeriksa di setiap lokasi
masjid.
Saat para penduduk memeriksa ke
dalam masjid, mereka menemukan seorang (syekh) dalam keadaan berdiri melakukan
sholat. Mereka menyangka bahwa syekh tersebut adalah si pencuri. Dalam keadaan
sholat itu juga, syekh tersebut ditangkap dan dibawa menuju pemerintah kota. Pemerintah
kota pun memberikan hukuman dengan dipotong kedua tangan dan kakinya serta dicukil
matanya. Akhirnya, para penduduk pun memotong kedua tangan dan kaki serta mencongkel
mata syekh. Mereka melakukan hukuman tersebut di tengah pasar kota dan disaksikan
oleh banyak penduduk kota.
Seusai melaksanakan hukuman
kepada syekh yang disangka adalah pencuri, mereka mengolok-olok syekh “Ini
adalah balasan bagi seorang pencuri !!!”. Dengan penuh penyesalan, ia
berkata “Janganlah kamu mengatakan ini adalah balasan bagi seorang pencuri,
tetapi katakanlah ini adalah balasan bagi orang yang menginginkan thowaf di
Mekkah tanpa restu dari ibunya”. Para penduduk pun mulai percaya dengan apa
yang dikatakan syekh dan mereka baru mengetahui bahwa orang yang mereka hukum
adalah seorang syekh. Mereka pun dengan menyesal meminta maaf kepada syekh dan
membawanya pulang kerumahnya.
Saat itu, ibu syekh tersebut
sedang berdo’a “Wahai tuhanku, jika Engkau menguji anakku dengan sebuah
ujian, maka kembalikan ia kepadaku sampai aku melihatnya kembali !”.
Kemudian syekh tersebut memanggil-manggil dari pagar rumah, dengan suara lemah
ia berkata “Aku adalah musafir yang kelaparan, berilah aku makanan !”.
Kemudian ibunya mengambil sepotong roti dan segelas air dingin yang akan
diberikan kepadanya. Saat ia melihat orang yang meminta tersebut, ia merasa kasihan
dan belum menyadari bahwa ia adalah anaknya. Saat ibunya memberikan makanan
kepadanya, ia segera menyungkurkan wajahnya pada kaki ibunya. Syekh pun berkata
dengan memohon maaf “Aku adalah anakmu yang durhaka”. Segeralah ibunya
menyadari bahwa ia adalah anaknya, dengan tanpa kedua tangan dan kaki serta
tanpa mata. Ibunya pun berdo’a kepada Allah “Wahai tuhanku, ketika keadaan
sudah seperti ini, maka cabutlah nyawaku dan nyawanya (anaknya) sehingga
orang-orang tidak mengetahui betapa hitam wajah kami”. Saat itu pula Allah
mencabut nyawa keduanya, dan mereka pun meninggalkan dunia dalam keadaan
meminta maaf dan memaafkan.
Kisah ini diambil
dari Kitab Durrotun Nashihin karangan Syekh Ustman bin Hasan bin Ahmad
Asy-Syakiri Al-Khoubawiy, Bab. 62-Hal. 230.
Wahai tuhan kami,
ampunilah dosa kami dan dosa kedua orang tua kami !!!
DOWNLOAD FILE INI :
إرسال تعليق