Diceritakan pada zaman
Malik bin Dinar, terdapat dua orang bersaudara yang memeluk agama majusi
(penyembah api). Sang kakak telah menyembah api selama 70 tahun dan sang adik
telah menyembah api selama 35 tahun. Pada suatu ketika sang adik berkata kepada
sang kakak “Wahai kakakku, kita telah menyembah api sejak kecil sampai saat
ini. Mari kita mengujinya, jika ia membakar kita seperti layaknya orang-orang
lain maka tak pantas kita menyembahnya. Tetapi jika ia tidak membakar kita maka
sepantasnya kita menyembahnya sampai mati”. Akhirnya mereka pun sepakat
untuk melakukannya dan segera menyalakan api. Sang adik “Apakah engkau yang
pertama kali meletakkan tanganmu diatas api atau aku ?”. Sang kakak “Tidak,
engkau saja yang meletakkan tanganmu duluan”. Kemudian sang adik pun segera
menyodorkan tangannya ke dalam nyala api. Api pun membakar tangannya dan segera
mungkin ia mencabut tangannya dari nyala api dan berkata “Wahai api, aku
telah menyembahmu selama 35 tahun, tetapi engkau tetap saja membakar dan
menyakitiku”. Kemudian ia berkata kepada sang kakak “Wahai kakakku, mari
kita tinggalkan agama kita dan mencari agama yang benar”. Sang kakak
menjawab “Tidak, aku tidak akan meninggalkan agama ini”. Karena sang
kakak menolak ajakannya, sang adik meninggalkan kakaknya dan mereka pun
berpisah.
Dalam waktu dekat, sang
adik bersama keluarganya pergi meninggalkan kampung halamannya untuk mencari
agama yang benar. Dalam perjalanannya, ia bertemu Malik bin Dinar. Pada waktu
itu Malik bin Dinar tengah memberi nasehat dalam suatu majlis pengajian. Sang
adik menceritakan kisahnya dan berikrar
memeluk agama islam kepada Malik bin Dinar dan para jama’ah pengajian. Mereka
semua sangat senang atas hal tersebut. Kemudian Malik bin Dinar berkata “Duduklah
bersama kami, aku akan mengumpulkan sedikit harta dari sahabat-sahabatku (para
jama’ah) untukmu”. Ia menjawab “Terima kasih, aku tidak ingin menjual
agama dengan dunia”. Kemudian ia bersama keluarganya pergi. Atas kehendak
Allah, ia menemukan reruntuhan bangunan dan memasukinya. Mereka memulai
melakukan ibadah kepada Allah disana.
Pada keesokan harinya,
istrinya berkata “Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan kemudian belilah
makanan untuk kita !”. Ia pun segera pergi ke pasar untuk mendapatkan pekerjaan,
tetapi tak ada seorang pun yang mau memperkerjakannya pada hari itu. Ia berkata
pada dirinya “Aku akan bekerja untuk Allah Ta’ala”. Kemudian ia pergi ke
masjid dan melaksanakan sholat. Akhirnya malam pun tiba dan ia pulang dengan
tangan hampa. Sesampainya dirumah, istrinya bertanya “Apakah engkau tidak
membawakan sesuatu ?”. Ia menjawab “Pada hari ini aku bekerja untuk raja
tetapi dia belum memberiku upah, mungkin besok dia akan memberikan upah atas
pekerjaanku”. Mereka pun menjalani malam dalam keadaan lapar.
Pada keesokan harinya,
ia pun pergi ke pasar untuk mendapatkan pekerjaan. Tetapi hal sama pun terjadi,
tak ada seorang pun yang memberinya pekerjaan. Ia lekas menuju masjid dan
melaksanakan sholat. Malam pun tiba dan ia pulang dengan tangan hampa.
Sesampainya dirumah, istrinya bertanya “apakah engkau tidak membawakan
sesuatu ?”. Ia menjawab seperti yang pertama “Pada hari ini aku bekerja
untuk raja tetapi dia belum memberiku upah, mungkin besok dia akan memberikan
upah atas pekerjaanku”. Mereka pun menjalani malam dalam keadaan lapar.
Ketika pagi telah
datang dan pada waktu itu adalah hari jum’at, ia pun pergi lagi ke pasar untuk
mendapatkan pekerjaan. Tetapi hal sama pun terjadi lagi, tak ada seorang pun
yang mau memberi pekerjaan padanya. Kemudian ia pergi ke masjid, melaksanakan 2
rokaat sholat jum’at dan berdoa sambil mengangkat kedua tangannya “Wahai
tuhanku, demi menghormati agama ini dan demi menghormati hari ini, hilangkanlah
dari hatiku kesusahan untuk menafkahi keluargaku. Sesungguhnya aku malu kepada
mereka dan takut mereka akan kembali pada agama kakakku karena tak kuasa
menahan lapar”. Seusai melaksanakan sholat jum’at ia pun kembali kerumahnya
dengan tangan hampa.
Sesampainya didepan
rumah, ia berhenti sejenak. Dengan perasaan sedih dan prihatin, ia mencakup
pasir dan memasukkannya ke dalam kain dan berkata pada dirinya “Jika istriku
bertanya apa bungkusan ini, aku akan menjawab ini adalah tepung”.
Saat memasuki rumah, ia
mencium bau makanan dan menaruh bungkusan kain tadi di depan pintu agar
istrinya tidak mengetahuinya. Kemudian ia bertanya pada istrinya “Dari mana
makanan ini ?”. Istrinya menceritakan bahwa saat datang waktu dhuhur,
seseorang mendatangi reruntuhan rumah itu dan mengetuk pintu. Sang istri lekas
membukakan pintu, ia terkejut melihat seorang pemuda tampan membawa wadah
makanan yang ditutup kain. Pemuda itu berkata “Ini adalah upah dari raja
atas pekerjaan suamimu pada hari jum’at. Pada hari ini, pekerjaan yang sedikit
akan menghasilkan upah yang banyak, ambillah ini !”. Sang istri pun segera
mengambilnya dan seketika itu pemuda tersebut telah hilang. Kemudian ia membuka
tutup wadah itu, ia terkejut ternyata didalamnya terdapat seribu keping uang
dinar. Kemudian ia mengambil satu keping uang dinar dan pergi ke tukang tukar
uang. Si tukang tersebut pun menimbang satu keping dinar itu. Tetapi berat satu
keping dinar itu melebihi berat emas dunia pada umumnya. Ia pun melihat pada
ukiran dinar tersebut dan mengetahui bahwa dinar tersebut bukanlah sejenis uang
dinar di dunia. Kemudian ia berkata “Darimana engkau mendapatkan satu keping
dinar ini ?”. Sang istri pun menceritakan kisahnya kepada tukang tukar
uang. Si tukang tersebut berkata “Terangkanlah kepadaku tentang islam !”.
Sang istri pun menjelaskan kepadanya tentang islam. Kemudian si tukang uang
tersebut berikrar memeluk agama islam dan menukar satu keping dinar dengan
seribu dirham.
Mendengar cerita itu,
sang suami segera bersujud dan bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah
SWT. Tak lama kemudian sang istri bertanya “Apa yang ada dalam bungkusan
kain itu ?”. Sang suami menjawab “Jangan menanyakan tentang itu”.
Kemudian sang istri lantas mengambil dan membukanya. Dan atas izin Allah, pasir
tersebut telah berubah menjadi tepung. Sang suami pun menceritakan semua kejadian
sejak pertama kali ia pergi ke pasar sampai saat itu. Mereka berdua bersujud
dan bersyukur kepada Allah atas pertolongan-Nya dan semakin giat dalam
melaksanakan ibadah.
Kisah ini diambil dari Kitab Durrotun Nashihin
karangan Syekh Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakiri Al-Khoubawi, Hal. 245-246
Semoga Allah
menjaga hati kita untuk tetap tegak dan beristiqomah di jalan-Nya. Ya Allah
berikan rahmat-Mu kepada kami, orang-orang muslim dan orang-orang mu’min…amiin
Ya Arhamar Rohimin, ^_^
Download File Ini :
Semoga Bermanfaat....^_^
إرسال تعليق