MTs
Hidayatul Ummah, sebuah
madrasah yang cukup sederhana dan mempunyai ukiran kenangan di dalamnya. Desa
Pringgoboyo kecamatan Maduran kabupaten Lamongan, disanalah madrasah ini
dibangun dan sampai sekarang masih terkibar tegak bendera birunya. Madrasah ini
merupakan lembaga yang ada dalam naungan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Kelas
A, kelas yang aku tempati dan hanya ada perkumpulan anak laki-laki disana.
Dulu, antara siswa dan siswi bertempat dikelas yang berbeda sehingga siswa
laki-laki hanya mengintip-intip dari jendela kelas, hmm, lucu sekali. Kelas a
dan b adalah kelas para siswa sekolah ini, sedangkan kelas c dan d adalah kelas
para siswi.
Berangkat
setelah melaksanakan sholat dhuhur dengan jalan kaki seorang diri kira-kira
sejauh setengah kilometer dan pulang pukul setengah 5 sore pun juga seorang
diri, itu sudah menjadi kebiasaan. Tapi terkadang bersama satu dua tiga teman.
Tas yang tergantung di atas pundak, berseragam putih biru tanpa memakai kaos
kaki dan memakai topi merah sudah menjadi ciri khasku. Saat istirahat tiba, aku
hanya pergi ke pondok untuk melakukan sholat ashar bersama sebagian teman.
Terkadang terpikir olehku “Dulu saat sekolah MTs kelas 2-3 aku tak pernah mendapat
uang saku untuk jajan, apakah aku sanggup dengan keadaan yang sekarang ???”
huft.
Pemalu,
kuper, dan tak kenal anak perempuan adalah sifat yang melekat pada diriku waktu
itu. Ya, tak kenal siswi yang bersekolah ditempat yang sama dan tak pernah
merasakan apa itu pacaran. “Hanya bisa mencintai dan tak dicintai”, itulah
kata-kata yang pantas buatku. Terkadang aku hanya bisa merasa iri melihat
teman-temanku dengan status pacaran mereka, tak apalah yang penting banyak guru
yang mengenalku waktu itu.
Aku
masih ingat saat telingaku dijewer oleh seorang guru matematika karena aku
mences ban sepada beliau. Tidak, itu hanya pura-pura meski aku harus terkena
jewer, sakiiit. Pak Sholihin, itu adalah nama beliau. Seorang guru
matematika yang disiplin, bertanggung jawab, dan suka bercerita. Aku suka cara
beliau mengajar. Pak Abdul Wachid, beliau adalah seorang kepala sekolah.
Para siswa memberi julukan kepada beliau dengan julukan Pak Jojon karena
kumis beliau yang mirip seorang pelawak bernama jojon. Hampir semua siswa tidak
menyukai beliau karena beliau suka memukul dan membentak, tapi berbeda denganku
walaupun terkadang aku sering terkena bentakan beliau. Beliau adalah sosok
kepala sekolah yang bertanggung jawab, disiplin, tegas, dan kreatif. Semanjak
beliau menjadi kepala sekolah ada perubahan yang baik dalam sekolah ini
dibanding kepala sekolah sebelumnya.
Kini
semua telah menjadi puing-puing kenangan dan memory yang membekas di hati.
Setiap manusia pun akan menjalani kehidupan dalam perputaran roda waktu.
Keadaan dan nasib sekarang pun akan berbeda dengan besok bahkan besoknya lagi.
Waktu hanya berjalan satu kali tak kan terulang kembali, maka sekarang harus
lebih baik dari yang kemarin dan besok harus lebih baik dari yang sekarang,
semoga saja !!! Hanya Allah yang tahu dan hanya kepadanya para hamba-Nya
berharap.
Terima
kasih kepada segenap guru-guru dan teman-teman semua. Dan special untuk Pujiono
dan Halim Wahdani, terima kasih atas waktunya dimana pun kalian berada.
Semoga awal perjumpaan kita menjadi ikatan persahabatan yang abadi.
إرسال تعليق