A. Pengertian Sholat
Sholat menurut bahasa artinya ad-du’a
yakni berdoa, sedangkan menurut istilah seperti apa yang telah dikemukakan
oleh Imam Rofi’i yakni setiap ucapan dan perbuatan yang diawali dengan
takbirotul ihrom dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat-syarat yang
telah ditentukan[1].
Dari keterangan diatas maka terlihat
jelas bahwa sholat merupakan suatu bentuk ibadah yang pelaksanaannya bersifat
qouliyah (perkataan) dan af’aliyah (perbuatan) diawali dengan takbirotul ihrom dan
diakhiri dengan ucapan salam, kesemuanya itu pun tidak lepas dari
syarat-sayarat yang telah ditentukan yakni mencakup rukun-rukun sholat,
syarat-syarat sah sholat dan syarat-syarat wajib sholat. Allah berfirman :
واقيمواالصلاةواتواالزكاةواركعوامع
الراكعين
Artinya : Dan
dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang
ruku’ (Al-Baqoroh : 43)
Dari
ayat diatas, menunjukkan bahwa sholat merupakan perintah yang sudah dinas dalam
Al-Qur’an. Sholat (sholat 5 waktu/maqtubah) merupakan rukun islam kedua, yang
artinya hukum pelaksanaan sholat adalah wajib mutlak bagi setiap orang islam.
Seperti halnya Nabi Muhammad bersabda :
لادين
لمن لاصلاة له
Artinya : Tidak ada agama (islam)
bagi orang yang tidak melaksanakan sholat
Wajib mutlak disini berarti sholat
maqtubah memang dihukum wajib bagi setiap individu muslim dalam keadaan apapun
selagi ia masih mempunyai akal walaupun ia tua dalam keadaan lumpu, sakit dan
lain sebagainya[2]. Dengan adanya kondisi
seperti itu, maka agama islam memberi kemudahan, jika tidak mampu sholat dengan
berdiri maka dengan duduk, jika tidak mampu dengan duduk maka dengan tidur dan
isyarat. Adapun sholat-sholat sunnah maka hukumnya pun sunnah.
B. Pengertian Sholat Khusyu’
Setelah terpaparkan pengertian
sholat, maka tentu saja kata “khusyu’” sangat akrab sekali dengan sholat.
Khusyu’ secara bahasa berasal dari bahasa arab خشع
يخشع خشعا yang artinya tunduk,
takluk, pasrah dan menyerah. Allah berfirman :”Jikalau kami menurunkan
Al-Qur’an ini diatas gunung, maka niscaya kamu akan melihatnya khusyu’
(tunduk), terpecah belah disebabkan takut kepada Allah….(Al-Hasyr :59)”.[3]
Sedangkan
pengertian sholat khusyu’ maka disini ada beberapa pendapat, diantaranya adalah
:
a. Menurut
Imam Hanafi
Definisi khusyu’ dalam Madzab Hanafi tidak ditemukan,
hanya disebutkan bahwa untuk mendapatkan sholat yang khusyu’, orang yang sholat
haruslah mengarahkan pandangannya ke tempat sujud.
b. Menurut
Imam Maliki
الخشوع هو
استحضار عظمة الله تعالي وهيبته وانه لا يعبد ولا يقصد سواه
Khusyu’ adalah menghadirkan (dalam pikiran dan hati)
kebesaran Allah Yang Maha Tinngi dan keagungan-Nya, dan bahwa sesungguhnya
tidak ada yang disembah dan dituju selain Dia.
c. Menurut
Imam Syafi’i
الخشوع في الصلاة هو حضور القلب وسكوت الجوارخ
Khusyu’ dalam sholat adalah kehadiran hati dan
ketenangan anggota badan.
d. Menurut
Imam Hambali
الخشوع معني يقوم
في النفس يظهر منه سكوت الأطراف
Khusyu’ secara makna adalah pengertian didalam
jiwa/hati, ditampakkan dengan tenangnya anggota badan.[4].
C. Cara Melaksanakan Sholat Secara Khusyu’
Sholat dibagi menjadi 2. Pertama,
sholat lahiriyah yaitu sholat dengan melaksanakan semua rukun-rukun, syarat
wajib dan syarat sah sholat serta menghindari dari perkara-perkara yang
membatalkan sholat. Kedua, sholat batiniyah yaitu melakukan sholat dengan
khusyu’, hadirnya hati, sempurnanya lkhlas, mengatur serta meresapi
bacaan-bacaan dalam sholat, tawadlu’ pada tiap gerakan dan lain sebagainya,
setelah semua syarat sholat lahiriyah terpenuhi[5].
Nah, selama ini mungkin sholat yang
kita lakukan semata-mata hanya sekedar rutinitas, formalitas dan pelaksanaan
kewajiban saja tanpa terpikir dan tersadarkan akan hakekat sholat yang
sesungguhnya. Prof. Dr. KH. Abdul Ghofur pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat
Lamongan menerangkan bahwa “sholat yang tidak dihiasi dengan kekhusyu’an dan
kehadiran hati maka sholatnya tidak akan diterima”, artinya sholat yang
dilakukan semata hanya sekedar menggugurkan kewajiban tetapi tidak ada faedah
dari sholat itu, sehingga sholat yang seharusnya bisa mendekatkan diri kepada
Sang Robb, menambah iman, semakin rindunya melakukan amal-amal sholeh dan tercegahnya
dari perkara keji dan mungkar akan sia-sia, karena sholat yang dikuasai
kebenaran (hadirnya hati dan ingat kepada Sang Robb), maka kebatilan yang ada
dalam dirinya menjadi tak berdaya dan akan sirna secara perlahan[6].
Untuk dapat melaksanakan sholat
secara batiniyah tentu saja harus secara sempurna melewati sholat lahiriyah
(semua rukun-rukun, syarat sah dan wajib sholat terpenuhi serta terhindar dari
segala perkara yang membatalkan), selain itu ada beberapa hal yang harus
diperhatikan,diantaranya adalah :
1. Tuluskan
Niat
Nabi
Muhammad bersabda :
انما الأعمال بالنيات
Artinya
: Kesempurnaan sesuatu amal perbuatan didasari dengan niat
Niat merupakan suatu dasar untuk mencapai
kesempurnaan suatu amal, jadi ketika demikian maka tuluskanlah niat dari dalam
lubuk hati, persiapkan hati untuk menghadap Allah, bermunajah dan merasakan
manis bersama-Nya karena niat yang kuat dan tekad yang bulat merupakan modal
besar dalam melakukan ibadah. Dan hendaknya niat benar-benar ditata sejak
pengambilan air wudlu karena hal itu pun dapat merangsang niat ketika sholat
pula, jika niat ketika wudlu tertata maka insya’allah niat ketika sholat pun
akan berjalan baik.
2. Ikhlaskan
Hati
Dalam
penggalan do’a iftitah (doa pembuka) :
ان صلاة ونسكي
ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له
Artinya : sesungguhnya
sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku karena Allah Tuhan semesta alam, tidak
ada sekutu bagi-Nya
Nah,
dari penggalan doa tersebut telah jelas bahwa semua sholat, ibadah, hidup dan
mati hanya untuk Allah semata, artinya kita memang diharuskan untuk ikhlas
dalam melakukan sholat, ibadah dan menjalani kehidupan sehari-hari.
Ikhlas merupakan roh dari ibadah, artinya suatu amal
ibadah tanpa keikhlasan adalah sia-sia. Dan yang dimaksud ikhlas disini adalah
benar-benar hanya tertuju kepada Allah bukan karena surga, pahala, takut akan
neraka dan lain sebagainya. Begitu pun dengan sholat,
Untuk menjaga keikhlasan hati dalam sholat tidak
cukup hanya sekedar rela/ridlo melaksanakan sholat karena Allah, tetapi ikhlas
disini adalah keikhlasan yang tulus dan hanya benar-benar karena Allah ketika
niat, dilanjutkan mengatur bacaan-bacaan sholat secara perlahan-lahan serta
memahami dan meresapi makna-makna yang terkandung dalam bacaan tersebut
kemudian membayangkan bahwa kita benar-benar menghadap kepada Allah dan
bermunajah kepada-Nya hal itulah yang dimaksud dengan hudlurul qolbi
yakni hadirnya hati dengan sandaran ingat kepada-Nya. Jika membayangkan
menghadap kepada Allah Tuhan yang Maha Luhur dan Agung, sedangkan kita hanya
hambanya yang begitu hina dan berlumuran dosa maka sepantasnya kita menghadap
dengan penuh kerendahan diri dan tawadlu’ yang tinggi, sehingga setiap gerakan
dalam sholat (seperti ruku’, sujud dan gerakan sholat lainnya) akan dihiasi
dengan khudlu’ dan tawadlu’ dan pusatkan semua pikiran dan hati hanya
tertuju pada ta’dhimillah wa taqdisihi yakni mengagungkan dan mensucikan
Allah, dengan begitu hati akan merasakan tenang dan manis bersama-Nya[7].
Seperti halnya Allah berfirman :
انني انا الله
لااله الا انا فاعبدني واقم الصلاة للذكري
Artinya : Sesungguhnya
Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah sholat untuk mengingatKu (Thooha : 14)
3. Istiqomah
Istiqomah bisa dikatakan melaksanakan suatu ibadah
secara teguh pendirian, tegak, terus dan bersifat continou. Untuk melaksanakan
sholat secara sempurna harus diniati dan dilaksanakan secara istiqomah, karena
syetan laknatullah dan hawa nafsu yang ada dalam diri tidak akan menerima dan
tinggal diam begitu saja melihat seorang hamba yang berkasih-kasihan serta
merasakan manisnya munajah dan nikmatnya dzikir kepada tuhannya. Mereka akan
menaburkan serbuk-serbuk kemalasan dan kebosanan, membisikkan akan beratnya dan
sulitnya memulai munajah bahkan menghanyutkan pikiran dan hati pada
perkara-perkara dunia.
Hal itu semua dapat diatasi jika kita bisa melatih
hati kita dengan jalan istiqomah yakni memaksa hati dari kemalasan dan
kebosanan, tetap memfokuskan hati pada Dzat Yang Satu dari bisikan-bisikan
keputusasaan yang memberatkan, tetap teguh dan menguatkan hati dari lamunan,
ilusi, imajinasi dan angan dunia. Jika itu bisa dilakukan maka segala macam goda’an
dan rayuan akan sirna secara perlahan kemudian terbukalah pintu
berkasih-kasihan kepada Allah, manisnya munajah dan nikmatnya dzikir, sehingga
sholat yang dihasilkan bukan sekeder menekuk anggota badan semata tetapi faedah
dan fadhilah didalamnya akan terasa nyata. Terkait dengan sitiqomah Allah
berfirman :
ان
اللذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian mereka tetap beristiqomah maka
tiada kekhawatiran terhadap mereka dan tiada pula kesedihan (Al-Ahqaaf : 13)
Setiap
sholat yang tidak berfaedah dan berfadhilah, tidak mencegah bagi pelaksananya
dari perbuatan keji dan mungkar, tidak merangsang pelaksananya untuk melakukan
amal-amal sholeh, maka itu tidak dikatakan sholat yang sesungguhnya karena ia
telah keluar dari munajah dengan Allah didalam firman-Nya :
اياك نعبد واياك نستعين
Artinya
: Hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku memohon pertolongan”
dan
munajah kepada Rosulullah SAW pada bacaan :
السلام عليك ايها النبي
ورحمة الله وبركاته
Artinya : keselamatan, rohmat dan
barokah Allah mudah-mudahan tetap terlimpah kepada Nabi (Muhammad SAW)
Dan
semua baca’an ini dabaca setiap sholat, jika tidak dilaksanakan secara sempurna
maka kita akan keluar menuju dosa dari nikmat besar yang telah Allah berikan
kepada kita[8].
Semoga Allah mengampuni dan merohmati kita yang
selalu lalai dalam sholat dan senantiasa melupakan-Nya, semoga Allah
menunjukkan jalan dan hidayah-Nya kepada kita semua, amiin…amiin…Ya Robbal
A’lamin
[2]
Syekh Imam Barkatul Anam
Abdullah Ba’lawi Al-Hadad, Nashoikhud Diniyyah, Surabaya: Darun Nashr
Al-Mishriyyah, Hal 24.
[3] AA. GYM dkk, Sholat dalam
Perspektif Shufi, Bandung: Rosda, 2001, hal 203
[4] Dr. M. Amin Abdul-Samad, Memahami
Sholat Khusyu’,Tangerang: Alifia Books, 2009, hal 13-14
[5]
Syekh Imam Barkatul Anam
Abdullah Ba’lawi Al-Hadad, Nashoikhud Diniyyah, Surabaya: Darun Nashr
Al-Mishriyyah, Hal 24-25.
[7]
Syekh Imam Barkatul Anam
Abdullah Ba’lawi Al-Hadad, Nashoikhud Diniyyah, Surabaya: Darun Nashr
Al-Mishriyyah, Hal 24-25.
[8] Syekh Ibnu Atho’illah
As-Sakandary, Tajul A’rus, hal 19
إرسال تعليق