Tiada terasa waktu berlalu begitu
cepat, hingga tak sadar telah beberapa tahun lamanya. Kenangan itu terkumpul
dalam suatu wadah memori yang tak kan hilang. “Pondok pesantren”
kata-kata yang penuh makna, percik cahaya keislaman yang dipancarkannya dapat menjaga
tegaknya agama ini. Tidaklah masa lalu, sekarang, ataupun masa yang akan
datang. Puing-puing kenangan di dalamnya membuai diri hanyut menyelami masa
lalu.
Pondok Pesantren Hidayatul Ummah
merupakan pondok salaf kecil yang ada di desa Pringgoboyo Kecamatan Maduran
Kabupaten Lamongan. Pendiri pondok ini adalah KH. Abdullah Qusairi, setelah
beliau wafat digantikan oleh putra beliau KH. Masrur Qusairi. Pondok Pesantren
Hidayatul Ummah memiliki beberapa yayasan yang diantaranya adalah : Play Grup
dan TK Hidayatul Ummah, MI Hidayatul Ummah, MTs Hidayatul Ummah, dan MA
Hidayatul Ummah.
Alm. KH. Masrur Qusairi |
Teringat ketika belajar mengaji
di sana saat aku masih MTs, sepulang sekolah aku berangkat mengaji dan pulang
keesokan harinya. Terkadang dengan sepeda ontel dan terkadang dengan jalan
kaki. Saat setelah maghrib, aku mengaji Al-Qur’an di mushollah pondok lalu
pergi ke diniyyah Al-Mukhlis, rumah KH. Kholisuddin (aku memanggil beliau Pak
Kholis, keponakan Yai Rur) untuk belajar kitab kuning sampai pukul 20.00 WIB. Setapak
demi setapak mengais ilmu dari Pak Kholis dan putra beliau Ust. Amanur Roqib.
Kenangan indah bersama para santri diniyyah Al-Mukhlis.
Sepulang dari diniyyah, para
santri pondok masih mengaji kitab Tafsir Jalalain bersama Yai Rur sampai
sekitar pukul 20.30 WIB. Ya, aku sangat menikmati suasana diwaktu itu.
Mempunyai teman-teman yang alim dan baik, seperti tak pernah ada masalah dalam
hidup. Main-main dan tak pernah belajar sudah menjadi kebiasaan bagiku saat
itu. Dan terkadang aku ikut maka bersama para satri, sepanci nasi yang
diletakkan di atas daun pisang, dengan setumpuk sambal di atas nasi, dan krupuk
sebagai lauknya. Hmm, belum pernah aku menemukan makanan senikmat itu. Saat tak
ada air minum, kami meminum air kola kamar mandi, tak peduli seberapa kotor air
itu. Huft. Waktu tidur pun tiba, kami harus menyiapkan diri dari serangan
satusan bahkan ribuan nyamuk. Terkadang sampai tak bisa tidur dibuatnya.
Adzan subuh pun terdengar dengan
lantang dan membangunkan para santri. Namun, masih banyak santri yang masih
hanyut dalam mimpinya. Seusai melaksanakan sholat subuh, kami masih harus
mengaji Kitab Mawaidzul Ush’furiyyah bersama Yai Rur sampai kira-kira terbitnya
matahari. “Mbalak” adalah istilah yang kami gunakan untuk mempelajari
kembali kitab seusai mengaji. Seorang santri membacakan dan santri lain
meneliti dan mengkoreksi kesalahan kata masing-masing. Ya, ingin rasanya
kembali pada masa-masa itu, sangat indah untuk dikenang.
Waktu pun berputar dengan cepat,
dan akhirnya aku pun lulus sekolah MTs Hidayatul Ummah tahun 2005. Akhirnya
jarak dan waktu pun memisahkanku dengan Pondok Pesantren Hidayatul Ummah. Sedih
rasanya, air mata pun berlinang tak tertahankan. Setiap pertemuan pasti ada
perpisahan, itulah hukum alam.
Terima kasih para kyai dan
guruku, atas keikhlasan hati dalam mengajarkan ilmu, Almarhum KH.
Masrur Qusairi (Yai Rur), KH. Kholisuddin (Pak Kholis), dan Ust. Amanur Roqib
(Kak Nur). Semoga Allah senantiasa memberikan rohmat-Nya kepada
beliau-beliau, dan membalas dengan kebaikan yang lebih...amiin, Ya Arhamar
Rohimin.
Terima kasih kepada para
teman-teman alumni Pon. Pes. Hidayatul Ummah atas waktu, kisah, dan semuanya.
Semoga Allah memberikan jalan kesuksesan bagi kita semua, Mas Irwan, Mas
Fahmi Nuruddin, Kak Syarifuddin Zuhri.
No hpmu pir0 bung, hpq ilang s0ale
ReplyDeleteKi min....085645144464
ReplyDeleteAminnn
ReplyDeletePost a Comment