Diceritakan bahwa Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi adalah salah
satu dari golongan Wali Allah yang termasyhur di zamannya. Beliau telah
mencapai maqom ma’rifat dan hatinya telah terbuka, sehingga apa yang beliau
lakukan dan kerjakan semata-mata karena Allah. Beliau mempunyai beberapa santri
dan pengikut yang setia dan mengajarkan mereka untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Salah satu pengikut setia Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi adalah
Syahid, ia adalah seorang dari kalangan bangsawan Kota Basthom. Ia bahkan tidak
pernah telat dalam mengikuti majlis dan pengajian Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi.
Suatu ketika, Syahid menemui Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi dan
bertanya “Wahai Syekh, sesungguhnya aku
telah berpuasa di siang harinya dan melakukan ibadah di malam harinya (qiyamul
laili) selama 30 tahun. Tetapi bahkan aku tidak pernah mendapati ilmu (ilmu
mukasyafah/terbukanya hati) seperti yang telah engkau ajarkan kepadaku, namun
aku masih percaya dan masih melakukannya ?”.
Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi pun menjawab “Jikalau kamu berpuasa dan ibadah di malam
harinya selama 300 tahun, sedikitpun kamu tidak akan pernah mendapatinya !!!”.
Syahid bertanya “Mengapa ?”. Syekh
Abu Yazid Al-Bas’thomi pun menjawab “Karena
kamu terhalangi oleh dirimu sendiri”. Syahid pun bertanya lagi “Apakah ada obat untuk ini ?”. Syekh Abu
Yazid Al-Bas’thomi menjawab “Ya, ada”
Syahid bertanya lagi “Katakan padaku, aku
akan melakukannya !”. Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi berkata “Kamu tidak akan mampu melakukannya !!!”.
Namun, Syahid pun masih penasaran dan meminta Syekh Abu Yazid
Al-Bas’thomi untuk mengajarkan jalan agar hatinya terbuka. Syahid berkata “Katakanlah kepadaku wahai Syekh !”.
Kemudian Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi berkata “Pergilah menuju tukang cukur saat ini juga, lalu cukurlah rambut dan
jenggot kamu. Lalu lepaskan pakaianmu ini, pakailah sarung yang bekas, dan
kalungkan lehermu dengan timba yang dipenuhi kacang. Berkumpullah bersama
anak-anak kecil, dan katakan “Barang siapa yang mau memukulku sekali, aku akan
memberinya satu kacang”. Lalu pergilah dan berkelilinglah ke dalam pasar
sehingga orang-orang yang ada di dalam pasar dan orang-orang yang mengenalmu
melihatmu dalam keadaan seperti itu”.
Syahid terkejut seraya berkata “Subhanallah !!!”. Syekh Abu
Yazid Al-Bas’thomi pun berkata “Ucapan “Subhanallah”
adalah syirik”. Syahid berkata lagi “Bagaimana
bisa ?”. Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi menjawab “Karena kamu mengangungkan dan menyucikan dirimu, dan tidak menyucikan
Tuhanmu !!!”. (Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi mengatakan demikian memberikan
pelajaran kepada Syahid bahwa ia masih malu dengan melakukan apa yang beliau
perintahkan. Artinya, Syahid tidak mau membiarkan dirinya terlihat hina di mata
orang lain).
Syahid pun bertanya lagi “Hal
itu tidak bisa aku lakukan Syekh, tetapi ajarkan aku hal yang lain !”. Syekh
Abu Yazid Al-Bas’thomi menjawab “Awali
dengan hal itu terlebih dahulu sebelum melakukan hal lainnya”. Syahid
berkata “Syekh, aku tidak akan sanggup
melakukan itu”. Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi menjawab “Bukankah aku sudah mengatakan bahwa kamu tidak akan mampu melakukannya
!!!”.
Dari apa yang dituturkan oleh Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi
adalah obat bagi mereka yang mempunyai penyakit hati dengan memandang tinggi
dirinya dan takut akan pandangan hina dari orang lain. Dan tidak ada obat yang
bisa menyelamatkan penyakit tersebut kecuali membiarkan diri hina seperti
layaknya apa yang ditutur oleh Syekh Abu Yazid Al-Bas’thomi. Barang siapa yang
tidak mau mengobati penyakitnya dengan obat ini, maka baginya tidak akan ada
obat lain dan kesembuhan. Maka tingkat terendah dalam menyembuhkan penyakit ini
adalah percaya akan obat tersebut. Dan sungguh celaka bagi mereka yang hatinya
tertutup dan buta akan obat yang bisa menyembuhkan penyakit hati tersebut. Ini
adalah hal yang penting dan jelas menurut pandangan para ulama’ tasawwuf.
Seperti Rosulullah bersabda :
لَا يَسْتَكْمِلُ الْعَبْدُ الْاِيْمَانَ حَتَّى تَكُوْنَ قِلَّةُ شَيْئٍ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ كَثْرَتِهِ وَحَتَّى يَكُوْنَ اَنْ لَا يُعْرَفَ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِنْ اَنْ يُعْرَفَ
“Tidak
sempurna iman seorang hamba sehingga sesuatu (harta dan
dunia) yang
sedikit lebih
ia cintai daripada sesuatu (harta dan dunia) yang banyak, dan tidak dikenal lebih
lebih ia cintai daripada dikenal.”
Post a Comment